Skip to content

IIPOJK Yogyakarta

Mengembangkan Potensi yang Berkualitas

line

Menjaga Kesehatan Mental Anak dan Remaja di Era Digitalisasi

Oleh Dini Damayanti, S.Pd.I. (Ny. Yayat Mukiyat)

 

 

Beberapa minggu yang lalu saya mengamati chat whatsapp dari salah satu orang tua siswa yang menerangkan bahwa anaknya tidak masuk sekolah karena sakit selama 8 hari berturut-turut. Karena profesi saya adalah guru sekaligus wali kelas sebuah SMA Negeri di Yogyakarta, saya merasa ada sesuatu yang janggal bila siswa sakit lebih dari 3 hari berturut-turut tanpa ada surat keterangan dokter. Setelah diskusi bersama kepala sekolah, akhirnya kami putuskan untuk home visit bersama guru BK. Di rumah anak tersebut, kita gali banyak informasi dari orang tua siswa dan anak yang bersangkutan. Dari hasil wawancara dari kedua belah pihak kita mendapatkan suatu informasi penting dan ternyata anak itu menderita kecemasan berlebihan yang dalam istilah kejiwaan dinamakan Anxiety Disorder. Kecemasan yang diderita bukanlah kecemasan biasa tapi dia takut terhadap hal-hal yang tidak masuk akal. Seperti takut teman-teman akan menjauhinya padahal teman-temannya berlaku normal terhadapnya. Ada juga yang takut karena ibunya akan meninggal, sehingga menyebabkan siswa itu tidak mau ke sekolah karena takut ditinggalkan ibunya. Padahal ibunya di rumah baik-baik saja dan sang ibu justru sedih kalau anaknya di rumah terus tidak mau ke sekolah. Kasus ini adalah satu dari banyak kasus dari siswa yang mengalami gangguan mental seperti ini yang apabila dibiarkan akan menimbulkan masalah yang lebih serius. Disini saya bukanlah ahli psikologi tapi saya adalah praktisi pendidikan yang sehari-hari bergaul dengan remaja dan karakteristiknya.

Kesehatan mental menurut Dr. Zakiah Daradjat, merupakan terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya. Dapat disimpulkan bahwa kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram dan terhindar dari berbagai penyakit mental seperti rendah diri, cemas, ketakutan, gelisah, dan ketegangan batin lainnya. Bila kesehatan mental terganggu, maka seseorang akan kesulitan dalam mengendalikan emosi, dapat memperburuk hubungan dengan orang lain, kesulitan dalam berpikir rasional, bahkan memicu munculnya keinginan untuk melukai diri sendiri, dan akhirnya berdampak dalam kesehatan fisik.

Dalam kasus yang saya hadapi di sekolah selama ini, saya mengidentifikasi banyak faktor yang mempengaruhi siswa mengalami gangguan mental, diantaranya adalah masalah genetik, traumatik karena KDRT, perceraian orang tua, dan tekanan/ ekspektasi berlebih dari orang tua. Lalu, bagaimana kita sebagai orang tua menyikapinya karena anak-anak kita di rumah terkesan baik-baik saja dan tidak ada masalah? Siswa yang saya hadapi di sekolah pun tidak ada yang terlihat bahwa seseorang itu menderita gangguan mental. Secara lahiriah, siswa-siswa tersebut berpakaian rapi, normal dalam pembicaraan, dan mampu mengikuti pembelajaran seperti biasa. Mereka akan terlihat berbeda bila ada suatu masalah pemicunya. Memang suatu gangguan mental harus ada diagnosis dari psikolog atau psikiater. Namun, tidak ada salahnya bila kita waspada bila ada beberapa tanda-tanda yang mengarah ke gangguan mental pada anak didik atau anak-anak kita di rumah agar cepat mendapatkan penanganan.

Secara umum, orang dengan gangguan mental memiliki ciri sebagai berikut :

1.     Perubahan suasana hati

Perubahan mood baru patut dicurigai sebagai ciri-ciri gangguan mental ketika sudah terjadi dalam waktu lama, tidak jelas pencetusnya, dan sulit dikontrol.

2.     Penurunan fungsi kognitif

Sulit berpikir jernih, sulit berkonsentrasi, mudah lupa, serta susah dalam mengambil keputusan dan tingkatan yang lebih parah bisa mengalami paranoid, delusi, atau halusinasi.

3.     Perubahan perilaku

Mereka juga mungkin akan mengalami anhedonia, yaitu kondisi ketika seseorang tidak bisa merasakan kesenangan dan sulit menikmati hidup. Kondisi ini bisa membuat penderita gangguan mental merasa tertekan, tidak bahagia, dan kehilangan minat untuk melakukan sesuatu hal yang sebelumnya dianggap menarik.

4.     Gangguan tidur dan makan

Penderita biasanya akan merasa susah tidur, terlalu banyak tidur, atau mungkin tidak bisa tidur sama sekali (insomnia). Selain gangguan tidur, penderita juga bisa mengalami gangguan makan, misalnya jadi tidak nafsu makan atau justru makan berlebihan. Hal ini bisa meningkatkan risiko mereka terkena obesitas atau bisa juga malnutrisi.

5.     Menarik diri dari lingkungan sosial

Penderita gangguan mental tertentu, seperti depresi, gangguan bipolar, PTSD, gangguan cemas, dan gangguan psikotik seperti skizofrenia, biasanya akan sering menarik diri dari lingkungan sosial, sulit beradaptasi dan berinteraksi dengan orang lain, tidak percaya kepada orang lain, bahkan memutus hubungan secara mendadak dengan keluarga dan teman-temannya.

6.     Kurang percaya diri atau kerap rendah diri

Orang yang kurang pede bisa saja karena memang sifatnya yang pemalu dan itu normal terjadi dan tidak menandakan memiliki gangguan mental. Ciri yang dimaksud disini adalah jika perasaan tidak pede itu menyebabkan orang tersebut menyalahkan diri sendiri, membenci atau menyakiti diri, bahkan hingga terpikir untuk bunuh diri, inilah tanda bahwa mental orang tersebut terganggu.

            Sehingga sebagai orang tua dan guru yang berperan penting dalam perkembangan psikologis anak, perlu bersinergi dalam menciptakan iklim positif dalam menumbuhkan mental yang sehat. Berikut adalah usaha-usaha orang tua dan guru yang penting untuk kita ketahui untuk membantu anak dalam menghadapi stressor di kehidupan.

            Sebagai Orang Tua :

       Membangun komunikasi positif di rumah. Lingkungan keluarga yang menerapkan Democratic Parenting Style dimana orang tua memberikan suasana hangat di rumah namun juga tegas dan konsisten dalam menerapkan aturan.

       Memberikan dasar pemahaman agama sejak dini.

       Memberikan pujian atas pencapaiannya sekecil apapun yang dicapai seorang anak baik di sekolah maupun dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan di rumah. Hal ini bisa menimbulkan rasa percaya diri.

       Membantu anak memberikan solusi atas kegagalannya. Hal ini membantu anak agar belajar mengatasi kekecewaan, bisa bangkit kembali, dan menemukan kekuatan untuk mencoba lagi.

       Meluangkan waktu untuk bersama keluarga (family time)

Sebagai Guru :

       Guru yang ideal mampu menampilkan contoh atau figur yang baik bagi anak didiknya. Sehingga siswa dapat belajar dari lingkungan sekolah yang telah dibangun positif oleh guru.

       Menentukan metode pembelajaran yang menyenangkan namun materi tetap membekas dalam ingatan siswa. Sehingga setiap materi yang diajarkan tidak menjadikan beban bagi siswa.

       Outing Class

       Melatih siswa untuk berani tampil di depan umum dan memaparkan gagasan dengan kegiatan diskusi dan presentasi di kelas.

       Menyediakan ruang untuk ekspresi emosional.
Sebagai seorang pendidik, guru perlu mengetahui masa-masa krisis yang bisa saja terjadi pada siswanya. Suasana hati yang tertekan, stress, kecemasan, pikiran untuk bunuh diri, serangan panik, dan lain sebagainya. Hal ini menjadi penting, karena guru adalah salah satu orang yang bisa dipercaya oleh siswa untuk berbagi. Guru perlu untuk memberi ruang dan waktu bagi siswa dalam merasakan apa yang sedang dialaminya. Guru tidak harus memiliki jawaban, namun cukup mendukung dan menjadi pendengar yang aktif bagi siswanya. Selain itu, menyediakan ruang yang aman dan menumbuhkan rasa percaya. Karena ketika anak merasa tidak dipercayai, bisa saja mereka akan mengisolasi dirinya lebih jauh dan berakibat fatal pada kesehatan mental anak.

       Membantu siswa dalam memahami perasaannya.

Karena sekitar kurang lebih 8 jam sehari, seorang anak berada di sekolah, maka guru secara otomatis mampu membaca perasaan-perasaan siswanya. Dengan belajar membuka diri dan menjelaskan bagaimana perasaan mereka juga bisa menjadi latihan yang bagus untuk membantu anak dalam menyelesaikan masalah.

            Demikian beberapa hal yang perlu kita lakukan demi perkembangan mental buah hati kita dalam menciptakan generasi emas yang gemilang. Sinergi dan komunikasi antara orang tua dan guru sangat penting dalam perkembangan fisik dan mental anak.

 

Need help? Let's chat with us!

Hi, What can i do for you? 00.00

Sekretariat IIPOJK

Hai, ada yang mau ditanyan? 00.00